Pengaruh Penambahan Sari Daun Kelor (Moringa oleifera) Terhadap Karakteristik Sensoris Kue Carabikang
Keywords:
Moringa oleifera, Kue Carabikang, Uji Sensoris, Metabolit Sekunder, Pangan FungsionalAbstract
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh penambahan sari daun kelor (Moringa oleifera) terhadap karakteristik sensoris dan kandungan metabolit sekunder pada kue carabikang. Uji sensoris dilakukan menggunakan metode hedonik dengan skala 1–5 untuk menilai empat atribut utama, yaitu rasa, aroma, tekstur, dan tampilan. Empat perlakuan digunakan dalam penelitian ini, yaitu P1 (0%), P2 (10%), P3 (20%), dan P4 (30%) penambahan sari daun kelor. Data hasil uji dianalisis menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) dan uji lanjut Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) dengan taraf signifikansi 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan sari daun kelor berpengaruh nyata terhadap semua atribut sensoris (p < 0,05). Perlakuan P1 menghasilkan skor tertinggi untuk rasa (3,39), P3 memiliki skor tertinggi untuk aroma (3,26) dan tekstur (3,78), sedangkan P4 menunjukkan skor tertinggi untuk tampilan (4,34). Penambahan sari daun kelor dengan konsentrasi sedang (20%) mampu menyeimbangkan karakteristik sensoris secara optimal. Daun kelor mengandung metabolit sekunder seperti flavonoid, fenolik, terpenoid, alkaloid, saponin, dan pigmen klorofil yang berkontribusi terhadap aroma, warna, dan nilai fungsional produk. Secara keseluruhan, penambahan sari daun kelor menjadikan kue carabikang sebagai pangan fungsional bernilai gizi tinggi dengan daya tarik sensoris yang baik. Konsentrasi optimal pada perlakuan P3 (20%) direkomendasikan karena mampu meningkatkan aroma alami, tekstur lembut, tampilan menarik, serta memberikan tambahan senyawa bioaktif yang bermanfaat bagi kesehatan.
References
Al-Qur’an, Surah An-Nahl: 125.
Aziz, A. (2020). Peran Masjid sebagai Pusat Dakwah dan Pemberdayaan Umat di Era Modern. Jakarta: Kencana.
Chambers, R. (2014). Participatory Rural Appraisal: Challenges, Potentials and Paradigm. London: Routledge.
Durkheim, E. (1912). The Elementary Forms of the Religious Life. New York: Macmillan.
Hasanah, L. (2022). Peran Sosial Masjid dalam Pemberdayaan Masyarakat Perkotaan. Jurnal Sosiologi Agama, 14(2), 101–114.
Herdiansyah, H. (2015). Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.
Hidayat, M. (2021). Literasi Keagamaan Jamaah Masjid dan Penguatan Moderasi Beragama. Jurnal Dakwah dan Komunikasi Islam, 19(1), 23–37.
Kolb, D. A. (1984). Experiential Learning: Experience as the Source of Learning and Development. Englewood Cliffs: Prentice Hall.
Lestari, S. (2020). Pembelajaran Lapangan dan Penguatan Kompetensi Mahasiswa Dakwah. Jurnal Pendidikan Islam, 8(3), 245–259.
Mezirow, J. (2000). Learning as Transformation: Critical Perspectives on a Theory in Progress. San Francisco: Jossey-Bass.
Mubarak, Z. (2018). Dakwah Bil Hal: Implementasi dan Tantangannya di Era Digital. Jurnal Komunikasi Islam, 6(2), 87–98.
Rahman, F. (2019). Audience-Centered Approach dalam Dakwah Kontemporer. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Supriatna, E. (2020). Partisipasi Masyarakat dalam Program Dakwah Berbasis Masjid. Jurnal Ilmu Dakwah, 12(2), 56–70.
Syamsuddin, A. (2019). Transformasi Peran Masjid di Era Digital. Jurnal Studi Islam Kontemporer, 17(2), 78–90.
Zahra, N. (2023). Keterlibatan Generasi Muda dalam Kegiatan Masjid: Peluang dan Tantangan. Jurnal Pemuda dan Keagamaan, 5(1), 11–25.




